Rabu, 07 Desember 2016

Natal, haruskah tanggal 25 Desember?



Hari Natal yang dirayakan Umat Kristen di seluruh dunia dan berwarna merah di kalender pada tanggal 25 sampai sekarang masih terdapat beberapa pandangan yang tidak sejalan. Dalam ajaran yang saya ikuti, perayaan Natal di gereja-gereja maupun perkumpulan dimulai di awal Desember dan biasanya otomatis terhenti di akhir Desember. Tetapi ada juga yang mengatakan tidak mungkin kelahiran dirayakan sebelum si anak lahir. Jadi perayaan-perayan baru dilakukan setelah tanggal 25 Desember dan biasanya sampai ke bulan Januari.
Dalam ibadah Advent pertama (Minggu menyambut kelahiran Yesus) di GKI Pondok Gede tanggal 27 November 2016 kemarin, pendeta yang berkhotbah juga menyinggung bahwa Natal itu sebaiknya setelah tanggal 25 Desember karena sekarang masih masa menyambut kelahiran. Padahal di agenda gereja sendiri dari awal minggu sudah berderet acara Natal yang akan dirayakan di gereja.
Pada tanggal 4 Desember 2016 saya ikut kebaktian Natal yang pertama di tahun 2016 buat saya yang diselenggarakan oleh Komunita Bonapasogit Diaspora (Kumpulan perantau dari Tanah Batak). Dan Pendeta Mangapul Sagala membahas lagi tentang penentuan perayaan Natal yang sebenarnya. Menurut Pak Mangapul Sagala, tidak ada tanggal pasti kelahiran Yesus jadi sah-sah saja kalau dirayakan tanggal berapa saja. Bahkan Pak Mangapul pernah berkhotbah Natal di akhir November saking padatnya acara Natal di bulan Desember sehingga perayaanpun harus dibuat di bulan November.
Masih menurut Pak Mangapul Sagala, kalau kita berpatokan Natal baru bisa dimulai tanggal 25, maka ada 24 hari yang terlewatkan oleh berita sukacita Natal. Setiap kita boleh tetap mengikuti aturan yang kita percayai, yang penting kita merasakan arti kelahiran Yesus dalam hati dan dalam hidup. Dan saya sependapat dengan Bapak Pendeta Mangapul Sagala ini. Selamat menyambut dan merayakan Natal.

Lepas




Fe sedang membereskan data-data meeting pagi saat pintu tiba-tiba terbuka. Fe melirik ke pintu dengan ekor mata. Tiba-tiba jantungnya berdegub kencang saat mengtahui siapa yang datang. Rasanya ruangan menjadi gerah, padahal tadi ruangan ini masih sangat dingin sekali. Belum pernah Fe berduaan saja dengan Rio dalam satu ruangan apalagi dalam suasana sekaku ini.


Ingatan Fe melayang ke undangan berwarna biru yang tadi ada di meja, belum sempat membaca tapi sudah melihat nama pria di undangan itu.  makan siang Sudah satu bulan ini Rio berubah, tak pernah menghabiskan waktu di ruangan bersama di kantin.yang sepi. Detak jarum jam bisa kedengaran, tapi masih lebih jelas helaan nafas di seberang meja.

Bertahun-tahun berteman dengan Rio, tak pernah ada kata atau janji diantara mereka. Tapi tidak pernah Rio atau Fe memiliki teman dekat, baik di kantor maupun di luar. Fe tidak pernah membiarkan satu orangpun teman kantor mendekatinya. Dan Fe pun berulang kali melihat banyak teman wanita yang diam-diam maupun terang-terangan mendekati Rio namun tak pernah ada yang berbalas.

Rio memang berwajah biasa saja, tapi dia cukup berkharisma. Walaupun Rio pendiam, tetapi selalu hangat dan banyak cerita kalau sedang bersama Fe. Kalau ada orang yang sedang butuh pertolongan Rio dan sudah kehabisan akal, maka seandainya Fe yang meminta agar Rio menolong orang tersebut, maka Rio pasti mau menolongnya.

“Fe”
Rio memulai pembicaraan. Fe hanya mengangkat wajahnya sesaat, dari tadi dia hanya menunduk saja,makin lama semakin dalam.
“Dia pilihan orang tuaku dan tak ada lagi alasan untuk menolak”
sepi lagi
“Aku harap kamu tidak lagi menutup hati buat yang lain”
Fe masih diam
“Tak akan ada yang berubah Fe, jangan ada”
“Terima kasih buat ketupat yang selalu kamu berikan, semoga Juli nanti aku masih bisa menikmatinya” Fe berusaha menjawab dengan candaan “Dan juga buat kado-kado natalnya”
“Terima kasih juga buat kartu-kartu lebarannya Fe” Rio menjawab

Terkadang kita harus melepaskan apa yang kita harapkan atau inginkan demi kebaikan orang banyak.

* cerita ini sudah mengendap lama di draft :)