Ingatan
Fe melayang ke undangan berwarna biru yang tadi ada di meja, belum sempat
membaca tapi sudah melihat nama pria di undangan itu. makan siang Sudah
satu bulan ini Rio berubah, tak pernah menghabiskan waktu di ruangan bersama di
kantin.yang sepi. Detak jarum jam bisa kedengaran, tapi masih lebih jelas helaan
nafas di seberang meja.
Bertahun-tahun
berteman dengan Rio, tak pernah ada kata atau janji diantara mereka. Tapi tidak
pernah Rio atau Fe memiliki teman dekat, baik di kantor maupun di luar. Fe
tidak pernah membiarkan satu orangpun teman kantor mendekatinya. Dan Fe pun
berulang kali melihat banyak teman wanita yang diam-diam maupun terang-terangan
mendekati Rio namun tak pernah ada yang berbalas.
Rio
memang berwajah biasa saja, tapi dia cukup berkharisma. Walaupun Rio pendiam,
tetapi selalu hangat dan banyak cerita kalau sedang bersama Fe. Kalau ada orang
yang sedang butuh pertolongan Rio dan sudah kehabisan akal, maka seandainya Fe
yang meminta agar Rio menolong orang tersebut, maka Rio pasti mau menolongnya.
“Fe”
Rio
memulai pembicaraan. Fe hanya mengangkat wajahnya sesaat, dari tadi dia hanya
menunduk saja,makin lama semakin dalam.
“Dia
pilihan orang tuaku dan tak ada lagi alasan untuk menolak”
sepi
lagi
“Aku
harap kamu tidak lagi menutup hati buat yang lain”
Fe
masih diam
“Tak
akan ada yang berubah Fe, jangan ada”
“Terima
kasih buat ketupat yang selalu kamu berikan, semoga Juli nanti aku masih bisa
menikmatinya” Fe berusaha menjawab dengan candaan “Dan juga buat kado-kado
natalnya”
“Terima
kasih juga buat kartu-kartu lebarannya Fe” Rio menjawab
Terkadang
kita harus melepaskan apa yang kita harapkan atau inginkan demi kebaikan orang banyak.
* cerita ini sudah mengendap lama di draft :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar