Kamis, 22 Juni 2017

Nobar Jihad Selfie dan Buka Bersama dengan Komik




Pada tanggal 17 Juli 2017 kemarin saya ikut acara nobar bersama Komik di gedung Kompas Gramedia lt 6. Film yang kami tonton adalah film dokumenter dari Bapak Noor Huda Ismail seorang wartawan yang tinggal di Melbourne – Australia yang tergerak hatinya melihat radikalisme yang berkembang sangat cepat.

Film dokumenter ini dibuat selama 2 tahun yaitu dari 2014 sampai 2016. Berlatar belakang seorang anak Indonesia bernama Akbar menempuh pendidikan di luar negeri, berkenalan di media sosial dan kagum melihat seseorang yang terlihat gagah mengangkat senjata. Melalui komunikasi di facebook lanjut dengan komunukasi dengan telpon akhirnya mereka terhubung antara yang satu dengan yang lain.
Sempat terbersit untuk ikut berjuang di Syria, namun akhirnya berkat doa Ibu, Akbar akhirnya memilih pulang kampung ke Indonesia walaupun beberapa temannya ada yang benar-benar pergi dan bahkan ada yang meninggal.
 Media sosial itu sangat banyak manfaatnya apabila dipergunakan dengan baik, tetapi juga banyak menyimpan sisi buruk apabila orang tidak bisa memilah bacaan atau tontonan yang tersaji. Terlebih anak-anak muda yang masih labil dan mencari jati diri. Biasanya mereka mencari tokoh panutan melalui media sosial.

Rasanya punya kebanggaan tersendiri apabila mengenal orang dekat sang idola apalagi bisa berkomunikasi langsung. Kalau tokoh idola adalah orang yang baik maka besar kemungkinan para anak muda yang mengidolakan pun akan terbawa baik, tetapi akan sangat buruk apabila sang tokoh idola malah memanfaatkan para penggemar tersebut dengan mengajarkan hal-hal yang tidak baik.

Hal tersebut bisa terjadi apabila anak kurang berkomunikasi dengan orang tua, saudara maupun teman, sehingga apa yang dilakukan si anak bisa semakin melenceng jauh dari hal yang seharusnya. Berkaca dari banyak pengalaman yang terjadi disekitar kita, mari menjaga orang-orang terdekat dari pengaruh buruk media sosial.

Setelah selesai menonton film tersebut, dilanjutkan tanya jawab dengan perwakilan dari yayasan Prasasti Perdamaian yang menjadi distributor film Jihad Selfie ke kalangan anak-anak muda, perkumpulan-perkumpulan, seokolah maupun rumah ibadah. Hal ini dilakukan agar setiap kita lebih perduli dan waspada dengan sekitar dan orang-orang yang tahu tentang radikalisme di Indonesia.
Sehabis sesi tanya jawab dilanjutkan dengan buka bersama yang disponsori oleh Gula Jawa.

Rabu, 21 Juni 2017

Grup Alumni dan Politik



Jaman perkembangan komunikasi yang canggih sekarang, rasanya bukan hal aneh apabila tiap alumni memiliki grup media sosial. Dan yang paling ramah sepertinya adalah grup WhatsApp. Satu alumni saja bisa terdiri dari beberapa grup, ada grup angkatan, ada grup umum, grup jurusan dan grup-grupan lain yang mungkin dibuat untuk yang seide atau satu pandangan.

Saya sendiri hanya memiliki 2 kelompok besar alumni, yaitu alumni SMA dan Alumni kuliah. Tapi masing-masing ada anak-anak grupnya lagi. Grup SMA saya cenderung aman karena orangnya lebih senang bahas yang lucu-lucu. Ataupun kalau kurang suka dengan yang dibahas, teman-teman memilih diam atau menegur langsung. Atau mungkin juga kebersamaan kami dulu masih terasa hangat sehingga kami lebih sering bernostalgia saat-saat sekolah daripada membicarakan hal lain yang menyinggung perasaan orang lain.

Tapi berbeda dengan grup kuliah. Yang satu jurusan/kelas juga masih saling sapa dalam nada hangat. Tetapi ketika sudah di grup satu angkatan maka suasananya lebih dingin. Sebenarnya tidak masalah karena grup dibentuk untuk komunikasi dan saling berbagi berita dan cerita saja dengan teman. Grup aktif hanya saat ada yang menyapa.
Tapi akan sangat disesalkan apabila grup mulai tidak sehat dengan membahas politik. Sebenarnya, kalau sebatas diskusi itu baik karena saya sangat setuju politik sehat itu harus kita perkenalkan ke semua orang. Tetapi kalau sudah seperti menyalahkan salah satu pihak, maka saya biasanya akan angkat bicara.

Sebelumnya ketika ada yang terlihat memuja partai, maka saya akan memberi dan meminta contoh hal-hal yang telah dilakukan partai tersebut terhadap orang banyak. Hari ini di grup yang berbeda, seorang teman share tweet Kwik Kian Gie yang  dikutip laman repelita untuk mengajak makar dan kembali ke UUD45

Karena menurut saya pribadi, bahasan tersebut angat tidak sehat saya berusaha langsung memototong diskusi agar tidak membahas politik. Terjadi pro dan kontra tentang boleh atau tidak bahas politik. Saya bilang, kalau memang sepakat bahas politik, mari kita bahas politik tetapi kita juga harus menghargai teman-teman lain yang tidak nyaman. Padahal saya sudah menampilkan satu screen shoot chat teman saya yang mengeluh tidak nyaman berada di grup.

Lalu saya meminta agar kami terlebih dahulu mengoreksi tempat kami belajar bersama, kota Medan. Pertanyaan bertubu-tubi langsung memojokkan saya dan mereka mengatakan Medan baik-baik saja. Sejujurnya, andai Medan memang baik-baik saja maka saya akan sangat bersyukur sekali, banyak saudara dan teman-teman saya tinggal di sana.
Tetapi kenyataannya tidaklah demikian, semakin banyak hal yang kurang baik terjadi di sana. Banjir, jalanan yang semrawut, tindak kejahatan yang tinggi dan banyak hal yang menurut saya pribadi jauh lebih baik belasan tahun yang lalu saat saya masih tinggal di sana.

Kenapa teman-teman saya ini merasa sanagt nrimo keadaan Medan tapi sering sekali menjelekkan pemerintah dan bahkan ikut-ikutan ribut tentang Jakarta? Benarkah mereka perduli tentang Medan, Jakarta dan Indonesia. Saya sungguh tidak mengerti. Akrena seharusnya peduli itu membangun bukan yang menghancurkan. Kritikk dan saran itu baik tapi jangan yang mengajak makar karena itu adalah pelanggaran.

Rabu, 14 Juni 2017

Lidah bisa karena biasa



Mungkin kita sering mendengar orang memuji nikmatnya makanan yang berasal dari daerahnya. Padahal buat orang lain mungkin biasa saja atau bahkan bisa saja berasa aneh untuk orang lain yang berasal dari tempat berbeda.
Sepertinya masalah rasa ini berhubungan dengan faktor kebiasaan. Untuk orang yang berasala dari Sumatera Utara, baru merantau ke Jakarta, ketika makan di luar dan disuguhkan teh tawar (air putih + bubuk teh) maka rasanya itu akan aneh sekali di lidah. Orang di Sumatera Utara terbiasa dengan air putih saja, tanpa pakai bubuk teh. Setelah beradabtasi di Ajkarta, saat kembali ke kampung halaman dan disuguhkan minuman air putih tanpa bubuk teh, lidah juga akan merasa aneh. dAn anehnya, kalau di rumah minum air putih rasanya biasa saja.

Demikian juga menurut Kakak ipar saya yang asal Padang. Waktu di Apdang terbiasa dengan nasi yang pera', begitu sampai di Jakarta dan menikmati nasi pulen berasa tidak bisa ditelan. Tapi sekarang malah lebih suka nasi pulen dibanding nasi pera yang rasanya seperti makan nasi yang kurang air saat dimasak.

Kakak ipar saya asal Bangka beda lagi, saat kita memuji-muji mie pangsit dari Siantar, Kakak ipar saya bilang lebih enak mie Bangka. Mungkin itu juga alasan mengapa makanan khas daerah tertentu bisa bertumbuh subur di tempat lain, yaitu untuk memanjakan lidah orang sedaerahnya dan syukur-syukur bisa diterima lidah orang lain dan laris manis bukan hanya untuk orang yang berasal dari daerah yang sama.

Berminat membuka warung makanan khas daerah yang belum ada di tempat kita berada? Coba dicek kira-kira berapa banyak orang yang asalnya sama sama kita dan rindu makanan khas dari sana.

Selasa, 06 Juni 2017

Pengalaman Belajar Puasa



Lahir dan besar dalam tradisi yang tidak mengenal puasa membuat saya terbiasa untuk makan 3 kali sehari plus cemalilan disaat lapar. Tapi mengikuti suatu kegiatan agama yang bukan sebuah keharusan membuat saya mencoba belajar untuk berpuasa. Saya mulai pagi dan akan diakhiri saat makan siang.

Pertama-tama badan saya sepertinya tidak bisa menerima kebiasaan ini. Perut rasanya masuk angin. Tetapi saya terus belajar walaupun Cuma setengah hari dan hanya sekali dalam satu bulan.

Lalu suatu hari saya terlibat dalam kepanitiaan alumni dimana kami diwajibkan ikut berpuasa. Dan waktunya tidak tanggung-tanggung, dari jam 11:00 malam hingga jam 3 esok sore. Saat itu saya belum kuat, hanya bisa mengikuti berbukanya doang.

Tetapi setelah hari itu, saat tiba waktunya berpuasa, saya mengikuti waktu saat jadi panitia dan ternyata berhasil melewati puasa tanpa efek samping. Dan satu sisi puasa itu sebenarnya baik untuk kesehatan.

Selamat melaksanakan puasa buat saudara-saudara yang Islam. Semoga lancar dan kembali fitrah...