Rabu, 21 Juni 2017

Grup Alumni dan Politik



Jaman perkembangan komunikasi yang canggih sekarang, rasanya bukan hal aneh apabila tiap alumni memiliki grup media sosial. Dan yang paling ramah sepertinya adalah grup WhatsApp. Satu alumni saja bisa terdiri dari beberapa grup, ada grup angkatan, ada grup umum, grup jurusan dan grup-grupan lain yang mungkin dibuat untuk yang seide atau satu pandangan.

Saya sendiri hanya memiliki 2 kelompok besar alumni, yaitu alumni SMA dan Alumni kuliah. Tapi masing-masing ada anak-anak grupnya lagi. Grup SMA saya cenderung aman karena orangnya lebih senang bahas yang lucu-lucu. Ataupun kalau kurang suka dengan yang dibahas, teman-teman memilih diam atau menegur langsung. Atau mungkin juga kebersamaan kami dulu masih terasa hangat sehingga kami lebih sering bernostalgia saat-saat sekolah daripada membicarakan hal lain yang menyinggung perasaan orang lain.

Tapi berbeda dengan grup kuliah. Yang satu jurusan/kelas juga masih saling sapa dalam nada hangat. Tetapi ketika sudah di grup satu angkatan maka suasananya lebih dingin. Sebenarnya tidak masalah karena grup dibentuk untuk komunikasi dan saling berbagi berita dan cerita saja dengan teman. Grup aktif hanya saat ada yang menyapa.
Tapi akan sangat disesalkan apabila grup mulai tidak sehat dengan membahas politik. Sebenarnya, kalau sebatas diskusi itu baik karena saya sangat setuju politik sehat itu harus kita perkenalkan ke semua orang. Tetapi kalau sudah seperti menyalahkan salah satu pihak, maka saya biasanya akan angkat bicara.

Sebelumnya ketika ada yang terlihat memuja partai, maka saya akan memberi dan meminta contoh hal-hal yang telah dilakukan partai tersebut terhadap orang banyak. Hari ini di grup yang berbeda, seorang teman share tweet Kwik Kian Gie yang  dikutip laman repelita untuk mengajak makar dan kembali ke UUD45

Karena menurut saya pribadi, bahasan tersebut angat tidak sehat saya berusaha langsung memototong diskusi agar tidak membahas politik. Terjadi pro dan kontra tentang boleh atau tidak bahas politik. Saya bilang, kalau memang sepakat bahas politik, mari kita bahas politik tetapi kita juga harus menghargai teman-teman lain yang tidak nyaman. Padahal saya sudah menampilkan satu screen shoot chat teman saya yang mengeluh tidak nyaman berada di grup.

Lalu saya meminta agar kami terlebih dahulu mengoreksi tempat kami belajar bersama, kota Medan. Pertanyaan bertubu-tubi langsung memojokkan saya dan mereka mengatakan Medan baik-baik saja. Sejujurnya, andai Medan memang baik-baik saja maka saya akan sangat bersyukur sekali, banyak saudara dan teman-teman saya tinggal di sana.
Tetapi kenyataannya tidaklah demikian, semakin banyak hal yang kurang baik terjadi di sana. Banjir, jalanan yang semrawut, tindak kejahatan yang tinggi dan banyak hal yang menurut saya pribadi jauh lebih baik belasan tahun yang lalu saat saya masih tinggal di sana.

Kenapa teman-teman saya ini merasa sanagt nrimo keadaan Medan tapi sering sekali menjelekkan pemerintah dan bahkan ikut-ikutan ribut tentang Jakarta? Benarkah mereka perduli tentang Medan, Jakarta dan Indonesia. Saya sungguh tidak mengerti. Akrena seharusnya peduli itu membangun bukan yang menghancurkan. Kritikk dan saran itu baik tapi jangan yang mengajak makar karena itu adalah pelanggaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar