Jaman perkembangan komunikasi yang canggih sekarang, rasanya bukan hal aneh
apabila tiap alumni memiliki grup media sosial. Dan yang paling ramah
sepertinya adalah grup WhatsApp. Satu alumni saja bisa terdiri dari beberapa
grup, ada grup angkatan, ada grup umum, grup jurusan dan grup-grupan lain yang
mungkin dibuat untuk yang seide atau satu pandangan.
Saya sendiri hanya memiliki 2 kelompok besar alumni, yaitu alumni SMA dan
Alumni kuliah. Tapi masing-masing ada anak-anak grupnya lagi. Grup SMA saya
cenderung aman karena orangnya lebih senang bahas yang lucu-lucu. Ataupun kalau
kurang suka dengan yang dibahas, teman-teman memilih diam atau menegur
langsung. Atau mungkin juga kebersamaan kami dulu masih terasa hangat sehingga
kami lebih sering bernostalgia saat-saat sekolah daripada membicarakan hal lain
yang menyinggung perasaan orang lain.
Tapi berbeda dengan grup kuliah. Yang satu jurusan/kelas juga masih saling
sapa dalam nada hangat. Tetapi ketika sudah di grup satu angkatan maka
suasananya lebih dingin. Sebenarnya tidak masalah karena grup dibentuk untuk
komunikasi dan saling berbagi berita dan cerita saja dengan teman. Grup aktif
hanya saat ada yang menyapa.
Tapi akan sangat disesalkan apabila grup mulai tidak sehat dengan membahas
politik. Sebenarnya, kalau sebatas diskusi itu baik karena saya sangat setuju
politik sehat itu harus kita perkenalkan ke semua orang. Tetapi kalau sudah
seperti menyalahkan salah satu pihak, maka saya biasanya akan angkat bicara.
Sebelumnya ketika ada yang terlihat memuja partai, maka saya akan memberi
dan meminta contoh hal-hal yang telah dilakukan partai tersebut terhadap orang
banyak. Hari ini di grup yang berbeda, seorang teman share tweet Kwik Kian Gie
yang dikutip laman repelita untuk
mengajak makar dan kembali ke UUD45
Karena menurut saya pribadi, bahasan tersebut angat tidak sehat saya
berusaha langsung memototong diskusi agar tidak membahas politik. Terjadi pro
dan kontra tentang boleh atau tidak bahas politik. Saya bilang, kalau memang
sepakat bahas politik, mari kita bahas politik tetapi kita juga harus
menghargai teman-teman lain yang tidak nyaman. Padahal saya sudah menampilkan
satu screen shoot chat teman saya yang mengeluh tidak nyaman berada di grup.
Lalu saya meminta agar kami terlebih dahulu mengoreksi tempat kami belajar
bersama, kota Medan. Pertanyaan bertubu-tubi langsung memojokkan saya dan
mereka mengatakan Medan baik-baik saja. Sejujurnya, andai Medan memang
baik-baik saja maka saya akan sangat bersyukur sekali, banyak saudara dan
teman-teman saya tinggal di sana.
Tetapi kenyataannya tidaklah demikian, semakin banyak hal yang kurang baik
terjadi di sana. Banjir, jalanan yang semrawut, tindak kejahatan yang tinggi
dan banyak hal yang menurut saya pribadi jauh lebih baik belasan tahun yang
lalu saat saya masih tinggal di sana.
Kenapa teman-teman saya ini merasa sanagt nrimo keadaan Medan tapi sering
sekali menjelekkan pemerintah dan bahkan ikut-ikutan ribut tentang Jakarta? Benarkah
mereka perduli tentang Medan, Jakarta dan Indonesia. Saya sungguh tidak
mengerti. Akrena seharusnya peduli itu membangun bukan yang menghancurkan.
Kritikk dan saran itu baik tapi jangan yang mengajak makar karena itu adalah
pelanggaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar