Jumat, 18 November 2016

Batak, Adat dan Politik




Beberapa waktu yang lalu sempat heboh di media sosial saat cawagub DKI 1 (Agus Harimurti Yudyono) mengadakan acara adat dan Annisa Pohan menyebut urutannya dalam marga lewat Instagram. Banyak orang Batak yang merasa itu hanya dalam rangka menarik suara orang Batak yang lumayan banyak di Ibu kota Jakarta ini.
Tidak lama kemudian, muncul hasil polling yang entah dilakukan oleh siapa tapi sempat rame juga karena suara orang Batak yang memilih Agus adalah 0%. Sejujurnya saya setuju tidak setuju dengan kedua hal di atas. Dimana saya juga sempat memberikan komentar.
Mari kita ulas sedikit kehidupan orang Batak dari sisi adat dan politik.
Adat
Kehidupan orang Batak mula-mula dan juga sampai sekarang ini tidak lepas dari adat. Hal yang paling menyakitkan bagi orang Batak kalau ada yang menyebut "Orang yang tak beradat". Karena itu dianggap menghina dia dan keluarganya.
Orang Batak mengenal istilah "Dalihan Na Tolu" (Tiga tungku) yang terdiri dari 3 pasal yaitu:
  1.  Somba Marhula-hula
  2.  Elek Marboru
  3. Manat mardongantubu.
Pasal yang pertama membahas harus hormat kepada keluarga dari pihak perempuan baik Nenek, Ibu dan Istri. Bahkan orang Batak menganggap Hula-hula (paman) itu seumpama Tuhan yang tidak boleh disakiti hatinya. Karena katanya kehidupan kita bisa berada dalam masalah kalau pernah berbuat tidak baik kepada keluarga paman.
Pasal kedua membahas hubungan dengan saudara perempuan maupun anak perempuan. Karena anak perempuan cenderung manja dan sensitif, maka diharapkan agar Bapak maupun saudaranya laki-laki bisa memaklumi saudara perempuannya.
Sedangkan pasal yang ketiga membahas tentang hubungan dengan sesama diluar paman dan anak perempuan di pasal 1 dan 2. Manat itu artinya harus hati-hati. Bukan waspada tetapi menjaga agar ucapan dan perbuatan kita tidak sampai melukai hati sesama.
Bagi orang Batak, adat tidak ada hubungannya dengan agama. Karena bagi orang Batak pada umumnya persaudaraan itu adalah harta dan tidak terpisah karena agama.

Politik

Sejauh ini, menurut saya hanya sedikit orang Batak yang terlibat dalam politik. Bahkan banyak yang tidak perduli atau tidak mau tahu, tapi tetap aktif memberi suara saat pilkada ataupun pilpres.
Mari kita hubungkan masalah adat dan politik di atas ke pilkada DKI khususnya pasangan calon nomor urut 1. Agus itu didukung Partai Demokrat, PKB, PPP dan PAN.  Secara adat, Annisa Pohan menurut saya selalu menggunakan marga dari dulu, bukan tiba-tiba menempelkan marganya karena Agus mencalon jadi gubernur. Tetapi masalah adat yang tiba-tiba dilakukan dan banyak orang Batak yang protes menurut saya juga wajar. Karena orang Bataklah yang paling tahu tentang adatnya dan  mereka menolak adat itu dipolitisasi.
Lalu tentang polling yang dilakukan, menurut saya kebenaran saja Orang Batak yang didata adalah orang yang tidak mendukung Agus. Kalau kita hubungkan ke masalah adat dan politik tadi, dalam tubuh Partai Demokrat sendiri pasti ada orang Batak. Dulu yang terkenal adalah Ruhut Sitompul sebelum berpindah haluan mendukung Ahok.
Dan orang Batak anggota Partai tersebut (kita sebut saja Bapak A) pasti meminta keluarga intinya untuk mendukung jagoannya. Minimal seputaran dia dan keluarga istrinya. Belum lagi kalau Bapak A tersebut seorang yang terpandang, mungkin dalam adat dan kegiatan sosial lainnya. Mungkin karena segan dan karena rasa persaudaraan, pasti ada yang ikut mendukung jagoan si Bapak A. Dan pasti  banyak Bapak A - Bapa A lainnya yang melakukan hal yang sama. Bukan hanya yang di Demokrat, di Gerindra juga hal di atas juga berlaku.
Jadi mari kita perpikir cerdas bahwa tidak semua isi berita itu benar. Kadang ada yang malah menutupi kebenaran dari orang lain dengan tujuan-tujuan tertentu.

Selamat berkampanye para calon gubernur DKI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar