Arus mudik Lebaran tahun ini,
Juli 2016 rasanya menjadi catatan penting bagi buruknya infrastruktur di negeri
kita. Tol baru yang diharapkan mempercepat jarak antar kota malah menjadi titik
macet yang paling parah. Ada yang sampai tertahan 32 jam di tol Brebes, bahkan ada
yang sampai meninggal. Mungkin karena kelelahan atau menghirup gas beracun dari
mobil.
Menurut beberapa info yang
beredar, hal itu disebabkan adanya SPBU dekat pintu keluar tol, dimana pada
saat kejadian banyak kendaraan mengantri sedangkan stock bensin di SPBU sedang
kosong. Akhirnya kendaraan yang mengantri tetap di tempat sampai menutup jalan
keluar tol. Termasuk juga ada pasar tumpah dekat tempat tersebut, tentu juga
ikut menyumbang macet. Walaupn tentang pasar tumpah ini juga belum jelas
kebenarannya.
Akibat kejadian ini, beberapa
pihak mencari orang yang bisa disalahkan. Dan salah satu yang menjadi sasaran
adalah Ignasius Jonan, menteri perhubungan. Bahkan ada yang membuat petisi agar
Ignasius Jonan diberhentikan dari jabatannya. Walaupun saya kurang sependapat
dengan Ignasis Jonan tentang pernyataannya yang menyebut korban meninggal saat
mudik bukan karena macet, tapi rasanya meminta beliau mundur juga terlalu
berlebihan.
Dibawah tahun 2012, mungkin kita masih
ingat betapa semrawutnya perkeretaapian di Indonesia. Bahkan seorang teman
menyebutkan, kian tahun rel kereta api di Indonesia semakin pendek. Jangankan menambah
rute, mempertahankan yang ada saja
susah. Bukan karena penumpang yang sudah malas menggunakan kereta api. Tetapi
dari pihak perkeretaapian sendiri yang menghentikan beberapa rute dengan alasan
merugi.
Belum lagi ketika libur Lebaran,
jumlah penumpang kereta api bisa 3 – 4 kali lipat dari kapsitas seharusnya. Lebaran
2005 saya ikut teman mudik ke Klaten. Berhubung belum ada penjualan tiket
online, maak tiket dibeli saat akan berangkat. Kami sudah antri dari pagi untuk
membeli tiket dan penumpang di stasiun Senen sudah membludak. Ketika kereta
datang, penumpang yang akan berangkat sudah mendesak masuk padahal penumpang di
dalam belum keluar. Bahkan beberapa orang tua nekat memasukkan anaknya lewat
jendela agar mendapat tempat duduk.
Karena tidak bisa rebutan,
akhirnya kami mendapat tempat di gerbong tanpa tempat duduk, sebenarnya gerbong
ini digunakan untuk barang, tetapi karena banyaknya penumpang terpaksa diangkut
dengan gerbong tersebut. Saya masih beruntung bisa duduk walau tak bisa gerak,
lebih parah teman saya berdiri mulai naik hingga kami turun di Klaten esok
subuhnya.
Demikian juga ketika pulang, kami
tidak kebagian tempat sehingga nyempil disambungan antar gerbong. Apakah harga
tiket yang duduk lebih mahal dari yang tidak duduk? Tidak. Harga tiket sama
saja. Lalu ini salah siapa? Naik bis sudah pasti macet saat lebaran. Dan pihak
kereta juga tidak memaksa penumpang untuk naik.
Membaca
buku dengan judul “Si Ular Besi Antar Jonan jadi Menteri” saya melihat ada kerja keras, kerja
cerdas, komitmen dan menghargai pengguna kereta api sehingga Jonan dan timnya
mencari cara agar transportasi Kereta Api menjadi sarana yang nyaman.
Bukan hanya
masalah penumpang, masalah kecelakaan kereta api juga bukan berita baru bagi
kita di tahun sebelum 2012. Rasanya hal yang wajar-wajar saja kalau mendengar
berita kecelakaan kereta api. Dan semua
itu sekarang menjadi berita yang sangat jarang kita dengar. Termasuk juga pelayanaan kereta api yang jauh
lebih baik. Jangankan yang ngampar dengan koran, kursi cadangan saja sudah
tidak ada untuk tujuan luar kota.
Berkaca dari perkembangan perkeretapian di atas, rasanya kita jangan terlalu cepat meminta Jonan untuk mundur. Semua pembenahan dan perbaikan itu butuh waktu dan proses. Maju terus Pak Jonan, saya akan selalu mendukungmu sepanjang itu benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar