Kamis, 25 Agustus 2016

Driver transportasi berbasis aplikasi ada juga yang tidak Jujur



Dalam sebuah organisasi, sebaik apapun sistem dan aturan akan tetap bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak jujur. Seperti transportasi online yang saat ini sedang berkembang seiring dengan kecanggihan tekhnologi dan kebutuhan masyarakat. Demi menghemat waktu, orang-orang lebih memilih transportasi berbasis aplikasi tersebut daripada naik angkutan dengan rute tertentu. Selain lebih cepat, ongkos juga kadang lebih hemat dibanding transportasi konvensional.
Walaupun hampir semua orang yang tinggal diperkotaan sudah mengetahui aplikasi transportasi ini, tetapi belum tentu semua menggunakan ataupun memiliki aplikasinya. Ada yang dengan alasan hp belum menunjang untuk bisa download aplikasi atau yang merasa belum membutuhkannya.
Tetapi kadang tanpa diduga, seseorang yang belum memiliki aplikasi memerlukan transportasi berbasis aplikasi tersebut, maka yang bisa dilakukan adalah minta tolong kepada saudara atau teman yang memiliki aplikasi. Sebenarnya tidak ada masalah siapapun yang memiliki aplikasi dan siapa yang menggunakan jasa transportasi tersebut, tetapi menjadi masalah ketika bertemu aplikasi sedang error, penumpang yang naik bukan pemilik aplikasi dengan supir yang tidak jujur.
Seperti yang dialami teman saya, ketika seorang Ibu-ibu tetangganya minta tolong dipesan transportasi dan kebenaran saat diorder aplikasi bermasalah saat memindah cara  pembayaran dari kartu kredit ke pembayaran cash. Sehingga teman saya tidak tahu apakah ongkos ditagihkan ke kartu kredit atau harus bayar cash. Akhirnya setiba di tempat tujuan, si Ibu tetangga teman saya bertanya kepada driver berapa dia harus bayar dan driver menyebut biayanya sebesar Rp 58,000,- yang akhirnya dibayar cash.
Si Ibu memberitahukan ke teman saya bahwa dia akhirnya bayar cash dan menyebut angka yang dibayarkan sesuai dengan yang disebut si driver. Dua hari kemudian teman saya membaca email pemberitahuan atas penggunaan transpotasi tersebut dan menyebut rincian biayanya. Teman saya kaget karena ternyata biaya hanya Rp 38,000,- tetapi driver menyebut Rp 58,000,- dan ongkos perjalanan itu sebenarnya menggunakan kartu kredit dan bukan cash.
Karena merasa dua kali dibohongi, jumlah dan cara bayar akhirnya teman saya komplain ke penyedia jasa dan juga ke driver. Lalu si driver menyebut bahwa dia berencana untuk mengantarkan uang yang dia tagih, tetapi karena sibuk bekerja sehingga dia tidak sempat.
Begitulah kadang, orang mengatakan niat baiknya setelah ketahuan. Kalau memang ada niat untuk mengembalikan uang, kenapa setelah teman saya komplain, bukankah seharusnya bisa disms begitu kejadian? Kalau seandainya aplikasi si driver juga error saat itu sehingga tidak bisa membaca pembayaran yang digunakan. Atau kalau memang error, kenapa si driver bisa menyebut angka Rp 58,000,- padahal hanya Rp 38,000,-. Seharusnya angka receh belakangnya tidak sama kalau si driver hanya mengira-ngira jumlah tarif.
Dalam pekerjaan apapun selalu ada yang curang  dan mencari kesempatan untuk mencari keuntungan. Padahal harga sebuah kejujuran itu sangat mahal. Semoga tidak banyak orang seperti mereka-mereka yang curang ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar