Dalam sebuah organisasi, sebaik
apapun sistem dan aturan akan tetap bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang
tidak jujur. Seperti transportasi online yang saat ini sedang berkembang
seiring dengan kecanggihan tekhnologi dan kebutuhan masyarakat. Demi menghemat
waktu, orang-orang lebih memilih transportasi berbasis aplikasi tersebut
daripada naik angkutan dengan rute tertentu. Selain lebih cepat, ongkos juga kadang
lebih hemat dibanding transportasi konvensional.
Walaupun hampir semua orang yang
tinggal diperkotaan sudah mengetahui aplikasi transportasi ini, tetapi belum
tentu semua menggunakan ataupun memiliki aplikasinya. Ada yang dengan alasan hp
belum menunjang untuk bisa download aplikasi atau yang merasa belum
membutuhkannya.
Tetapi kadang tanpa diduga,
seseorang yang belum memiliki aplikasi memerlukan transportasi berbasis
aplikasi tersebut, maka yang bisa dilakukan adalah minta tolong kepada saudara
atau teman yang memiliki aplikasi. Sebenarnya tidak ada masalah siapapun yang
memiliki aplikasi dan siapa yang menggunakan jasa transportasi tersebut, tetapi
menjadi masalah ketika bertemu aplikasi sedang error, penumpang yang naik bukan
pemilik aplikasi dengan supir yang tidak jujur.
Seperti yang dialami teman saya,
ketika seorang Ibu-ibu tetangganya minta tolong dipesan transportasi dan
kebenaran saat diorder aplikasi bermasalah saat memindah cara pembayaran dari kartu kredit ke pembayaran
cash. Sehingga teman saya tidak tahu apakah ongkos ditagihkan ke kartu kredit
atau harus bayar cash. Akhirnya setiba di tempat tujuan, si Ibu tetangga teman
saya bertanya kepada driver berapa dia harus bayar dan driver menyebut biayanya
sebesar Rp 58,000,- yang akhirnya dibayar cash.
Si Ibu memberitahukan ke teman
saya bahwa dia akhirnya bayar cash dan menyebut angka yang dibayarkan sesuai
dengan yang disebut si driver. Dua hari kemudian teman saya membaca email
pemberitahuan atas penggunaan transpotasi tersebut dan menyebut rincian
biayanya. Teman saya kaget karena ternyata biaya hanya Rp 38,000,- tetapi
driver menyebut Rp 58,000,- dan ongkos perjalanan itu sebenarnya menggunakan
kartu kredit dan bukan cash.
Karena merasa dua kali dibohongi,
jumlah dan cara bayar akhirnya teman saya komplain ke penyedia jasa dan juga ke
driver. Lalu si driver menyebut bahwa dia berencana untuk mengantarkan uang
yang dia tagih, tetapi karena sibuk bekerja sehingga dia tidak sempat.
Begitulah kadang, orang
mengatakan niat baiknya setelah ketahuan. Kalau memang ada niat untuk
mengembalikan uang, kenapa setelah teman saya komplain, bukankah seharusnya
bisa disms begitu kejadian? Kalau seandainya aplikasi si driver juga error saat
itu sehingga tidak bisa membaca pembayaran yang digunakan. Atau kalau memang
error, kenapa si driver bisa menyebut angka Rp 58,000,- padahal hanya Rp
38,000,-. Seharusnya angka receh belakangnya tidak sama kalau si driver hanya
mengira-ngira jumlah tarif.
Dalam pekerjaan apapun selalu ada
yang curang dan mencari kesempatan untuk
mencari keuntungan. Padahal harga sebuah kejujuran itu sangat mahal. Semoga
tidak banyak orang seperti mereka-mereka yang curang ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar