Beberapa waktu yang lalu sempat heboh di media sosial saat cawagub DKI 1 (Agus
Harimurti Yudyono) mengadakan acara adat dan Annisa Pohan menyebut urutannya
dalam marga lewat Instagram. Banyak orang Batak yang merasa itu hanya dalam
rangka menarik suara orang Batak yang lumayan banyak di Ibu kota Jakarta ini.
Tidak lama kemudian, muncul hasil polling yang entah dilakukan oleh siapa
tapi sempat rame juga karena suara orang Batak yang memilih Agus adalah 0%. Sejujurnya
saya setuju tidak setuju dengan kedua hal di atas. Dimana saya juga sempat
memberikan komentar.
Mari kita ulas sedikit kehidupan orang Batak dari sisi adat dan politik.
Adat
Kehidupan orang Batak mula-mula dan juga sampai sekarang ini tidak lepas
dari adat. Hal yang paling menyakitkan bagi orang Batak kalau ada yang menyebut
"Orang yang tak beradat". Karena itu dianggap menghina dia dan
keluarganya.
Orang Batak mengenal istilah "Dalihan Na Tolu" (Tiga tungku) yang
terdiri dari 3 pasal yaitu:
- Somba Marhula-hula
- Elek Marboru
- Manat mardongantubu.
Pasal yang pertama membahas harus hormat kepada keluarga dari pihak
perempuan baik Nenek, Ibu dan Istri. Bahkan orang Batak menganggap Hula-hula
(paman) itu seumpama Tuhan yang tidak boleh disakiti hatinya. Karena katanya
kehidupan kita bisa berada dalam masalah kalau pernah berbuat tidak baik kepada
keluarga paman.
Pasal kedua membahas hubungan dengan saudara perempuan maupun anak
perempuan. Karena anak perempuan cenderung manja dan sensitif, maka diharapkan
agar Bapak maupun saudaranya laki-laki bisa memaklumi saudara perempuannya.
Sedangkan pasal yang ketiga membahas tentang hubungan dengan sesama diluar
paman dan anak perempuan di pasal 1 dan 2. Manat itu artinya harus hati-hati.
Bukan waspada tetapi menjaga agar ucapan dan perbuatan kita tidak sampai
melukai hati sesama.
Bagi orang Batak, adat tidak ada hubungannya dengan agama. Karena bagi
orang Batak pada umumnya persaudaraan itu adalah harta dan tidak terpisah
karena agama.
Politik
Sejauh ini, menurut saya hanya sedikit orang Batak yang terlibat dalam
politik. Bahkan banyak yang tidak perduli atau tidak mau tahu, tapi tetap aktif
memberi suara saat pilkada ataupun pilpres.
Mari kita hubungkan masalah adat dan politik di atas ke pilkada DKI
khususnya pasangan calon nomor urut 1. Agus itu didukung Partai Demokrat, PKB,
PPP dan PAN. Secara adat, Annisa Pohan
menurut saya selalu menggunakan marga dari dulu, bukan tiba-tiba menempelkan
marganya karena Agus mencalon jadi gubernur. Tetapi masalah adat yang tiba-tiba
dilakukan dan banyak orang Batak yang protes menurut saya juga wajar. Karena
orang Bataklah yang paling tahu tentang adatnya dan mereka menolak adat itu dipolitisasi.
Lalu tentang polling yang dilakukan, menurut saya kebenaran saja Orang
Batak yang didata adalah orang yang tidak mendukung Agus. Kalau kita hubungkan
ke masalah adat dan politik tadi, dalam tubuh Partai Demokrat sendiri pasti ada
orang Batak. Dulu yang terkenal adalah Ruhut Sitompul sebelum berpindah haluan
mendukung Ahok.
Dan orang Batak anggota Partai tersebut (kita sebut saja Bapak A) pasti
meminta keluarga intinya untuk mendukung jagoannya. Minimal seputaran dia dan
keluarga istrinya. Belum lagi kalau Bapak A tersebut seorang yang terpandang,
mungkin dalam adat dan kegiatan sosial lainnya. Mungkin karena segan dan karena
rasa persaudaraan, pasti ada yang ikut mendukung jagoan si Bapak A. Dan pasti banyak Bapak A - Bapa A lainnya yang
melakukan hal yang sama. Bukan hanya yang di Demokrat, di Gerindra juga hal di
atas juga berlaku.
Jadi mari kita perpikir cerdas bahwa tidak semua isi berita itu benar. Kadang
ada yang malah menutupi kebenaran dari orang lain dengan tujuan-tujuan
tertentu.
Selamat berkampanye para calon gubernur DKI.