Indonesia adalah negara bergama
tetapi bukan negara agama, dimana diakui beberapa agama. Ada banyak cerita
indah maupun sedih didalamnya. Indah apabila kita mau menyadari bahwa
sesungguhnya agama itu adalah jalan untuk mendekatkan diri dengan Tuhan dan
tidak ada pembenaran agama sepihak.
Menjadi cerita sedih apabila kita
tidak bisa menerima keberadaan agama orang lain dan selalu memunculkan perbedaan,
padahal adakalanya perbedaaan itu akan selalu ada dan bahkan bisa menjadi
keindahan apabila kita bisa merangkainya menjadi harmoni yang saling
melengkapi. Saya pernah membaca sebuah candaan yang menyebut "Apabila ada
pemaksaan satu agama di Indonesia, maka saya yang pertama protes, karena itu
mengurangi hari libur nasional".
Sedari dulu sudah ada
pengkotak-kotakan, tanpa kita sadari saat kecil kita suka membanding-bandingkan
diri kita dengan diri orang lain, termasuk agama. Seperti di kampung saya, walaupun
semua 1 agama tapi terdapat beberapa rumah ibadah. Kita suka menghitung -
hitung jemaat di mana yang paling banyak, rumah ibadah yang terlihat lebih
bagus dan orang-orang didalamnya kita analisa satu persatu, padahal waktu itu
masih sangat kecil. Belum mengerti arti sesungguhnya dengan beribadah dan
beriman.
Seiring bertambahnya usia,
ternyata pemikiran terkotak-kotak itu juga perlahan memudar. Ditambah akhirnya
berteman dan bergaul dengan banyak orang dengan beragam latar belakang. Semakin
mengerti bahwa setiap orang mempunyai alasaan untuk kepercayaan yang
diyakininya. Perlu sikap yang dewasa untuk bisa menyadari bahwa kita tidak bisa
memaksakan pemikiran dan keyakinan kepada orang lain.
Zaman semakin canggih, orang
tidak lagi bertegur sapa hanya karena kenal atau memiliki hubungan. Tidak lagi
lewat surat dan kabel telepon. Hanya dengan kenal satu orang kita bisa berbalas
komentar dengan temannya teman, temannya teman tersebut dan berputar-putar
sampai kadang kita tidak tahu dengan siapa saja kita saling bertegur sapa dan
berkomentar.
Selain menambah wawasan, berbagi pendapat ada juga sisi
negatif dari pergaulan di media sosial. Disengaja atau tidak ternyata kita
menemukan banyak orang yang sengaja memancing keributan, mempertajam perbedaan
dan membuat batas antara keyakinan yang satu dengan keyakinan yang lain. Untuk itu
kita perlu merawat toleransi era media sosial
Sepanjang saya tahu itu tidak benar, saya mencoba ikut memberikan komentar, bukan sengaja masuk kedalam perdebatan tetapi membiarkan ketidakbenaran di depan mata, itu artinya kita membiarkan orang lain tetap dengan ketidaktahuannya atau akan semakin bertambah orang yang menganggap yang salah itu adalah benar.
Sepanjang saya tahu itu tidak benar, saya mencoba ikut memberikan komentar, bukan sengaja masuk kedalam perdebatan tetapi membiarkan ketidakbenaran di depan mata, itu artinya kita membiarkan orang lain tetap dengan ketidaktahuannya atau akan semakin bertambah orang yang menganggap yang salah itu adalah benar.
Setiap kita yang ingin negeri ini
tetap aman dan damai harus Ikut menyuarakan untuk menghargai keyakinan orang
lain. Bukan hanya tidak mengusik ibadah orang yang berbeda keyakinan dengan
kita tetapi juga dengan tidak memberikan pendapat-pendapat negatif terhadap
ritual atau apapun yang berhubungan dengan keyakinan orang lain.
Tetap menjalin hubungan atau
berteman dengan orang-orang yang menyuarakan toleransi di negeri ini. Kita
memang tidak bisa mengubah orang lain untuk bisa menerima/menghargai keyakinan
orang lain. Tetapi dengan tetap menyuarakan untuk membangun rasa toleransi,
semoga orang-orang yang masih tertutup hatinya terhadap perbedaan dapat berubah
untuk menyadari bahwa keyakinan orang lainpun diakui di negeri ini dan setiap
kita mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
Salam toleransi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar