Lahir dan besar di sebuah desa
yang damai dengan semua penduduknya Kristen tidak membuat saya antipati dengan
agama lain. Sampai setingkat SMA semua baik-baik saja ditambah keluarga besar
saya sudah bercampur etnis dan agama. Ketika menginjak bangku kuliah baru
berasa ada pemisah antara agama yang satu dengan yang lain. Ditambah beberapa
dosen yang terkenal "pelit" memberi nilai untuk agama lain.
Salah satu contohnya adalah saat
pemilihan ketua organisasi jurusan di kampus, kami sebagai anak baru sama
sekali tidak mengenal calon ketua organisasi jurusan sampai seorang kakak kelas
menghampiri kami yang sedang berkumpul di ruang pemilihan. Kakak kelas tersebut bilang " Jangan plih
si A ya, dia belum pengalaman dan tidak tahu apa-apa tentang organisasi, Kakak
saja yang satu angkatan tidak pilih dia". Saat itu tidak ada pikiran
apa-apa sampai saya mendengar bisik-bisik bahwa kedua calon ini berasal dari 2
agama.
Akhirnya orang yang dibilang si
Kakak senior banyak pengalam itu kalah karena kenyataan justru si A-lah yang
banyak pengalam dan lebih disukai mahasiswa. Dalam banyak kegiatan dan kejadian
juga aroma perbedaan itu sangat terasa. Misalnya beberapa laboratorium tidak
akan pernah memiliki asisten dari agama yang berbeda, atapun
pengelompokan-pengelompokan para mahasiswa.
Dunia kerja mungkin bisa dibilang
ada banyak orang yang menggunakan sentimen agama dalam mencari karyawan ataupun
dalam menentukan karir seseorang. Mungkin sebagian orang bisa berkata itu hanya
halusinasi dan tidak ada buktinya. Tapi sebagian lain ada yang mengaku
mengetahui atau bahkan menjadi pelaku ataupun korban. Karyawn yang tidak mau
mengucapkan hari besar kepada atasannya karena ada larangan.
Belum lagi di dunia maya, yang
kita tidak kenal siapa orangnya lalu berteriak-teriak "kafir, haram,
darahmu halal". Dan banyak lagi kata-kata lain yang sungguh membuat saya
pribadi kuatir akan hubungan antar beragama kedepannya. Sedangkan satu agama
saja bisa berkata "Halal darahmu
ditumpahkan" hanya karena beda pandangan, bagaimana dengan agama lain?
Belum lagi ada pihak yang sengaja menggesek. Adakah kita sempat mencari tahu
siapa dia, apa motifnya? Yang ada kepala langsung panas, berita disebar lalu
rame-rame mengatakan "Ini musuh agama kita".
Melihat kondisi ini saya benar-benar
kuatir akan Indonesia kedepannya. Walaupun kalau dihitung-hitung masih lebih
banyak teman-teman saya yang toleran daripada yang menganggap agama lain adalah
penumpang dan warga kelas 2 di negeri ini.
Bergabung dalam sebuah grup WhatsApp
dan facebook yang bernama Indonesia Hari ini dengan memegang motto
"Menolak kekerasan atas nama agama" membuat saya mengenal semakin
banyak lagi teman yang rindu Indonesia yang aman dan damai. Salah satu anggota grup itu adalah Pak Ade
Armando yang mungkin sudah cukup dikenal karena pemikiran-pemikirannya membuat
marah sebagian umat Islam.
Pak Ade Armando mengundang
anggota grup yang berkenan hadir di ulang tahun JIL pada tanggal 1 April 2016
di Pisa Cafe Blok M. Sebelumnya ada beberapa anggota grup yang semangat untuk
datang tetapi akhirnya hanya saya berdua dengan Ibu Eni-lah yang bisa hadir. Pak
Ade Armando sebagai pembicara di acara tersebut yang setelah sebelumnya acara
dibuka sekitar pukul 19:00 wib. Lalu ada potong tumpeng disertai lagu selamat
ulang tahun.
Pak Ade Armando membacakan pidato
yang telah disusun dalam sebuah naskah. Isi nasakah yang dibacakan Pak Armando
adalah beberapa survey di sejumlah negara di antaranya Malaysia, Indonesia,
Turki dan beberapa negara Islam. Pertanyaan survey tersebut diantaranya apakah
wanita pantas mendapat hak waris yang sama dengan pria, apakah seorang istri
harus taat kepada suami, apakah hukuman mati pantas untuk oranng yang murtad?
Dari pertanyaan-pertanyaan
tersebut, tingkat persentase Turki hampir sama dengan Indonesia. Dan menurut
Pak Armando itu bagus, berarti toleransi di Indonesia hampir sama dengan di
Turki. Menurut Pak Armando yang sedari kecil taat melakukan isi Alquran dan
hanya 1 yang beliau tidak setuju yaitu tentang naik haji. Karena menurutnya,
untuk mencari Tuhan tidak harus jauh-jauh ke Arab Saudi, Tuhan itu ada dimana
saja.
Menurut Pak Armando sebaiknya
hadits itu jangan dimaknai kata perkata, harus mengetahui penyebab ayat itu
muncul dan beberapa malah bertentangan dengan keadaan sekarang. Seperti ayat
tentang potong kuku. Menurut Pak Armando, sebaiknya hadits itu cukup sebagai
pegangan hidup, bukan sebagai hukum.
Yang datang dalam acara tersebut
tentu saja pendiri JIL yaitu Pak Ulil, ada anggota MUI, ada dosen, guru dan
profesi lainnya. Senang mengetahui bahwa kegelisahan saya ternyata dirasakan
juga oleh saudara-saudara yang Muslim. Bahkan salah seorang yang hadir bernama
Rizal Lubis sempat berdiskusi lama sesudah acara bubar.
Rizal dan teman-temannya sedang
mencari banyak lagi orang-orang yang mau bergerak bersama untuk saling mengenal
setiap komunitas, agama di negeri ini agar tidak ada saling curiga dan
bersama-sama menjaga keutuhan negeri ini. Seperti yang Rizal paparkan bahwa
Natal kemarin mereka ikut merayakan bersama kaum muda salah satu gereja. Dan
yang terbaru, mereka baru saja mengunjungi komunitas Yahudi di Jakarta. Dan
disemua tempat yang mereka kunjungi, semua menyambut dengan tangan terbuka.
Selamat ulang tahun ke-15 JIL. Melihat
hal ini saya percaya bahwa Indonesia masih akan baik-baik saja kedepannya,
walaupun ada banyak orang yang ingin merongrong dari dalam, selagi kita masih
bisa saling menghargai, semua itu masih bisa kita hadapi. Salam Indonesia
damai.
Bersama Pak Ade Armando Bersama Mas Guntur Romli |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar